PMK 164 Tahun 2023

DASAR HUKUM 

1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

2. Undang-UndangNomor 7Tahun 1983 tentangPajakPenghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-UndangNomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

3. Undang-UndangNomor8Tahun1983tentangPajakPertambahanNilaisebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-UndangNomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

POKOK-POKOK PENGATURAN KLASTER PPH 

a. penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

b. penghasilan di luar negeri;

c. penghasilan yang telah dikenai PPh final; dan

d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

a. Wajib Pajak orang pribadi untuk jangka waktu 7 tahun;

b. Wajib Pajak badan berbentuk Koperasi, CV, Firma, BUMDes/Bersama dan PT OP untuk jangka waktu 4 tahun; dan

c. Wajib Pajak badan berbentuk PT untuk jangka waktu 3 tahun

a. Wajib Pajak yang memilih dikenai ketentuan umum PPh;

b. Wajib Pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh Pasal 31A UU PPh, PP 94 Tahun 2010, Pasal 75/76 PP 40 Tahun 2021 (KEK)

c. bentuk usaha tetap; dan

d. CV atau Firma yang:

1) dibentuk beberapa Wajib Pajak orang pribadi memiliki keahlian khusus; dan

2) menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan pekerjaan bebas.

a. Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar paling lambat pada akhir tahun pajak dan selanjutnya Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum PPh mulai tahun pajak berikutnya;

b. Wajib Pajak yang baru terdaftar dapat dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum PPh mulai tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri;

c. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak dapat dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan ini untuk tahun pajak berikutnya.

a. dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan ini yaitu jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan;

b. bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), yang dihitung secara kumulatif sejak Masa Pajak pertama dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha, tidak dikenai PPh;

c. dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu merupakan suami-istri yang:

1) menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis; atau

2) istrinya menghendaki memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri,

 bagian peredaran bruto atas penghasilan dari usaha yang tidak dikenai PPh diberlakukan untuk masing-masing suami dan istri.

a. PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan ini dilunasi dengan cara:

1) disetor sendiri oleh Wajib Pajak untuk masing-masing tempat kegiatan usaha paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir; atau

2) dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut PPh dengan ketentuan Wajib Pajak menyerahkan salinan Surat Keterangan kepada pemotong atau pemungut PPh dan menerima bukti pemotongan atau pemungutan PPh dari pemotong atau pemungut PPh. Pemotong atau pemungut PPh menyetorkan PPh yang telah dipotong atau dipungut dengan menggunakan SSP atas nama Pemotong atau Pemungut PPh paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir;

b. ketentuan pemotongan atau pemungutan PPh oleh pemotong atau pemungut PPh tidak dilakukan atas transaksi:

1) impor atau pembelian barang dengan ketentuan Wajib Pajak harus menyerahkan salinan Surat Keterangan; atau

2) penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan Wajib Pajak harus menyampaikan surat pernyataan.

c. atas transaksi pembelian barang dan penjualan barang atau penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada huruf b, pemotong atau pemungut PPh tetap menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan PPh dengan nilai PPh nihil;

d. ketentuan pelaporan adalah sebagai berikut:

1) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang wajib melakukan penyetoran PPh serta pemotong atau pemungut PPh wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

2) Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran sendiri PPh dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi;

e. terdapat kewajiban bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk menyampaikan laporan mengenai peredaran bruto atas penghasilan dari usaha dan PPh yang bersifat final sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.

a. Wajib Pajak mengajukan permohonan Surat Keterangan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar;

b. Wajib Pajak dapat diberikan Surat Keterangan sepanjang telah memenuhi persyaratan;

c. Surat Keterangan berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu tertentu, kecuali:

1) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan memilih untuk dikenai ketentuan umum PPh;

2) Wajib Pajak sudah tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan ini;

d. Kepala KPP dapat menerbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas Surat Keterangan yang telah diterbitkan.

a. memilih dikenai ketentuan umum PPh;

b. peredaran brutonya telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); atau

c. telah melewati jangka waktu tertentu, dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

a. Wajib Pajak BUMDes/Bersama

1) kebijakan bagi yang terdaftar sebelum Tahun Pajak 2023;

2) kebijakan bagi yang terdaftar sejak awal Tahun Pajak 2023 s.d. PMK Nomor 164 Tahun 2023 diundangkan; dan

3) pemberian relaksasi untuk dapat melakukan penyetoran PPh final untuk Masa Pajak pertama Tahun Pajak 2022 sampai dengan Masa Pajak diundangkannya PMK Nomor 164 Tahun 2023 yaitu paling lama sesuai batas waktu penyetoran untuk Masa Pajak setelah Masa Pajak PMK Nomor 164 Tahun 2023 diundangkan.

b. Surat Keterangan, diatur sebagai berikut.

1) Surat Keterangan yang diterbitkan berdasarkan PMK-99/2018 dinyatakan masih berlaku s.d. berakhirnya jangka waktu.

2) Wajib Pajak PT OP harus mengajukan kembali Surat Keterangan untuk menyesuaikan jangka waktu sesuai PP 55 Tahun 2022.


PENGATURAN PPN