PENGURANGAN SANKSI
Pasal 36 UU KUP
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: ***)
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. ***)
(1b) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali. ***)
(1c) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. ***)
(1d) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1c) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan. ***)
(1e) Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1c). ***)
(2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. ***)
PMK- 08 tahun 2013
Pasal 2, Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
d. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; dan/atau
2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak.
Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP;
b. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP; atau
c. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan
pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c; atau
b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benarsebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c hanya dapat diajukan dalam hal:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c; atau
b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang- Undang KUP, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;
b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
d. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
Pasal 13 PMK 08 tahun 2013
(1) Surat ketetapan pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah surat ketetapan pajak yang tidak benar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP.
(2) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang jumlah pajak terutangnya tidak benar.
(3) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
(4) Dalam hal surat ketetapan pajak dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, dan jenis pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak yang dibatalkan tersebut:
a. dianggap tidak pernah diterbitkan surat ketetapan pajak; dan
b. Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dan jenis pajak tersebut.
Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
c. tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a;
d. diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
e. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
f. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf
d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
(3) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
(4) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan;
d. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan dimaksud berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua.
Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar
(1) Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
a. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak; dan
b. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar.
(3) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
Pasal 18
(1) Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak
Pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari Hasil Pemeriksaan atau Verifikasi
Surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan tanpa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dengan menyampaikan surat permohonan pembatalan surat ketetapan pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a;
c. diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b; atau
e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi tidak dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut:
a. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menguraikan tentang tidak disampaikannya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi dan/atau tidak dilaksanakannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi;
c. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
d. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang
Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 1 (satu) kali