GIJZELING (IMPRISONMENT)
PMK 61 Tahun 2023
Pasal 64
(1) Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) dan ayat (10) hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang:
a. mempunyai Utang Pajak paling sedikit Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
b. diragukan iktikad baiknya dalam melunasi Utang Pajak.
(2) Penanggung Pajak diragukan iktikad baiknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. tidak melunasi Utang Pajak baik sekaligus maupun angsuran, walaupun telah diberitahukan Surat Paksa; dan/atau
b. menyembunyikan atau memindahtangankan Barang yang dimiliki atau yang dikuasai, termasuk . akan membubarkan Badan, setelah timbulnya Utang
Pajak.
Pasal 65
(1) Pejabat mengajukan permohonan 1zm Penyanderaan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 64 kepada Menteri.
(2) Permohonan izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas Penanggung Pajak yang akan disandera;
b. jumlah Utang Pajak;
c. tindakan penagihan Pajak yang telah dilaksanakan;
d. uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan iktikad baiknya dalam pelunasan Utang Pajak; dan
e. lamanya Penyanderaan.
(3) Berdasarkan permohonan 1z1n Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerbitkan izin Penyanderaan.
(4) Izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas Penanggung Pajak;
b. alasan Penyanderaan; dan
c. lamanya Penyanderaan.
(5) Permohonan izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerbitan izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan penyampaian 1z1n Penyanderaan dilakukan secara:
a. elektronik; atau
b. tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan padajaringan termasuk gangguan
pada sistem dan/ atau keadaan luar biasa lainnya.
Pasal 66
(1) Pejabat menerbitkan surat perintah Penyanderaan seketika setelah menerima izin Penyanderaan dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3).
(2) Surat perintah Penyanderaan paling sedikit memuat:
a. identitas Penanggung Pajak;
b. alasan Penyanderaan;
c. izin Penyanderaan;
d. lamanya Penyanderaan; dan
e. tempat Penyanderaan.
(3) Jangka waktu Penyanderaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan atau dititipkan dalam tempat Penyanderaan.
(4) Tempat Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tempat pengekangan yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Jurusita Pajak menyampaikan surat perintah Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) secara langsung kepada Penanggung Pajak yang akan disandera dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat Penyanderaan.
(2) Penyampaian surat perintah Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.
(3) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditemukan, Jurusita Pajak melalui Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia atau Kejaksaan Republik Indonesia untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
(4) Jurusita Pajak membuat berita acara penyampaian surat perintah Penyanderaan yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak yang disandera, dan saksi-saksi pada saat surat perintah Penyanderaan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang disandera.
(5) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak penyampaian surat perintah Penyanderaan, Jurusita Pajak:
a. meninggalkan surat perintah Penyanderaan di tempat kedudukan Penanggung Pajak; dan
b. mencatat dalam berita acara yang menyatakan penolakan penyampaian surat perintah Penyanderaan.
(6) Surat perintah Penyanderaan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan telah disampaikan.
(7) Jurusita Pajak membuat:
a. berita acara pelaksanaan Penyanderaan yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, kepala tempat Penyanderaan, dan saksi-saksi;
dan
b. berita acara penempatan atau penitipan sandera yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, kepala tempat Penyanderaan, dan saksi-saksi, pada saat Penanggung Pajak ditempatkan atau dititipkan di tempat Penyanderaan.
(8) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak menandatangani berita acara pelaksanaan Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Jurusita Pajak mencatat dalam berita acara yang menyatakan penolakan penandatangan berita acara pelaksanaan Penyanderaan.
(9) Berita acara pelaksanaan Penyarideraan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dan berita acara penempatan atau penitipan sandera sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b paling sedikit memuat:
a. nomor dan tanggal surat perintah Penyanderaan;
b. izin tertulis Menteri;
c. identitas Jurusita Pajak;
d. identitas Penanggung Pajak yang disandera;
e. tempat Penyanderaan;
f. lamanya Penyanderaan; dan
g. identitas saksi pelaksanaan Penyanderaan.
Pasal 68
Penyanderaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah atau sedang dilakukan Pencegahan ..
Pasal 69
(1) Selama dalam Penyanderaan Penanggung Pajak berhak:
a. melakukan ibadah di tempat Penyanderaan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
b. memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman dari keluarga;
d. menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas;
e. memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri; dan/ atau
f. menerima kunjungan dari:
1. keluarga, pengacara, dan sahabat paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan, setelah mendapat izin dari Pejabat; dan/ atau
2. dokter pribadi dan/atau rohaniwan atas biaya sendiri, setelah mendapat izin dari kepala tempat Penyanderaan.
(2) Penanggung Pajak yang disandera selama dalam tempat Penyanderaan wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di tempat Penyanderaan.
(3) Dalam hal Penanggung Pajak melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, kepala tempat Penyanderaan memberitahukan kepada Pejabat.
(4) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan suatu tindak pidana, kepala tempat Penyanderaan melaporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal 70
(1) Dalam hal Penanggung Pajak ·meiarikan diri dalam masa:
a. Penyanderaan; atau
b. izin keluar sementara,
Pejabat melakukan Penyanderaan kembali berdasarkan surat perintah Penyanderaan yang telah diterbitkan terhadapnya.
(2) Biaya dalam rangka penangkapan yang timbul karena Penanggung Pajak melarikan diri merupakan Biaya Penagihan Pajak yang dibebankan kepada Penanggung Pajak.
(3) Masa pelarian Penanggung Pajak tidak dihitung sebagai masa Penyanderaan.
Pasal 71
(1) Selain memperoleh hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1), Penanggung Pajak yang disandera berhak mendapatkan 1z1n keluar sementara dari tempat Penyanderaan.
(2) Izin keluar sementara dari tempat Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Pejabat dalam hal Penanggung Pajak yang disandera:
a. menderita sakit berat yang memerlukan perawatan rumah sakit di luar tempat Penyanderaan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Pejabat;
b. memenuhi panggilan dari aparat penegak hukum dan/atau sidang di pengadilan;
c. mengikuti pemilihan umum di tempat pemilihan umum dalam hal tempat pemilihan umum tidak tersedia di tempat Penyanderaan;
d. menghadiri pemakaman orang tua, suami/ istri, atau anak; atau
e. menjadi wali nikah atau menghadiri pernikahan anak.
(3) Pemberian surat izin keluar sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan kepala tempat penyanderaan.
(4) Jangka waktu yang tercantum dalam surat izin keluar sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihitung sebagai masa Penyanderaan.
Pasal 72
(1) Pejabat dapat mengajukan permohonan izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan kepada Menteri dengan ketentuan:
a. jangka waktu Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) akan berakhir; dan
b. Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan.
(2) Berdasarkan permohonan izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerbitkan izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan.
(3) Izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas Penanggung Pajak;
b. alasan perpanjangan jangka waktu Penyanderaan; dan
c. lamanya perpanjangan jangka waktu Penyanderaan.
(4) Jangka waktu perpanjangan Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penyanderaan sebelumnya berakhir.
(5) Permohonan 1z1n perpanjangan jangka waktu Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerbitan izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan penyampaian izin perpanjangan jangka waktu Penyanderaan dilakukan secara:
a. elektronik; atau
b. tertulis, dalam hal sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum tersedia atau terdapat gangguan padajaringan termasuk gangguan
pada sistem dan/ atau keadaan luar biasa lainnya.
(6) Berdasarkan 1z1n perpanjangan jangka waktu Penyanderaan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat menerbitkan kembali surat perintah Penyanderaan sebagaimana di maksud dalam Pasal 66 ayat ( 1).
(7) Mekanisme pengajuan permohonan izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan pelaksanaan Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 berlaku secara mutatis mutandis terhadap perpanjangan jangka waktu Penyanderaan.
Pasal 73
(1) Penanggung Pajak yang dilakukan Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dilepas dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan sesuai dengan tanggung jawab Penanggung Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 atau Pasal 9 telah dibayar lunas;
b. lamanya Penyanderaan yang ditetapkan dalam surat perin tah Penyanderaan telah berakhir;
c. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri.
(2) Pertimbangan tertentu dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Penanggung Pajak menyerahkan Barang yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan sesuai dengan tanggung jawab Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 atau Pasal 9;
b. Penanggung Pajak telah berumur 80 (delapan puluh) tahun atau lebih;
c. Penanggung Pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang lama di luar tempat Penyanderaan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Pejabat;
d. Penanggung Pajak dapat meyakinkan Pejabat dengan membuktikan bahwa dalam kedudukannya tidak dapat dibebani Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
e. untuk kepentingan umum atau pertimbangan kemanusiaan;
f. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan telah daluwarsa penagihan; dan/atau
g. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan:
a. milik Penanggung Pajak, termasuk milik istri atau suami dan anak · yang masih dalam tanggungan Penanggung Pajak kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2); dan
b. tidak sedang dijaminkan atas pelunasan utang tertentu.
(4) Terhadap pelaksanaan pelepasan sandera sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Pejabat melakukan Penyitaan terlebih dahulu atas Barang yang diserahkan.
Pasal 74
(1) Dalam hal Penanggung Pajak memenuhi salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c, Pejabat menerbitkan surat pemberitahuan pelepasan sandera.
(2) Jurusita Pajak •. menyampaikan surat pemberitahuan pelepasan sandera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala tempat Penyanderaan.
(3) Dalam hal Penanggung Pajak memenuhi salah satu pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2), Pejabat menyampaikan usulan pelepasan sandera kepada Menteri.
(4) Mekanisme permohonan izin Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku secara mutatis mutandis terhadap mekanisme penyampaian usulan pelepasan sandera.
(5) Berdasarkan usulan pelepasan sandera sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menerbitkan surat rekomendasi pelepasan sandera.
(6) Pejabat menerbitkan surat pemberitahuan pelepasan sandera setelah menerima surat rekomendasi pelepasan sandera sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari Menteri.
(7) Jurusita Pajak menyampaikan surat pemberitahuan pelepasan sandera kepada kepala tempat Penyanderaan paling lama 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak · tanggal diterimanya surat rekomendasi pelepasan sandera dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 75
(1) Selain persyaratan pelepasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1), Penanggung Pajak yang disandera dilepaskan dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di tempat Penyanderaan.
(2) Kepala tempat Penyanderaan segera memberitahukan kepada Pejabat dan keluarga dari Penanggung Pajak yang disandera disertai berita acara kematian.
Pasal 76
(1) Penanggung Pajak yang disandera ·dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan Penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri.
(2) Pengajuan gugatan terhadap pelaksanaan Penyanderaan tidak dapat diajukan setelah Penyanderaan berakhir.
(3) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dikabulkan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama _baik dan ganti rugi atas Penyanderaan yang telah dijalaninya.
Pasal 77
(1) Permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) diajukan kepada Pejabat yang menerbitkan surat perintah Penyanderaan.
(2) Permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama Wajib Pajak dan/ atau Penanggung Pajak;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
c. nomor putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3).
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan melampirkan:
a. putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3); .
b. surat perintah Penyanderaan; dan
c. surat pemberitahuan pelepasan Penanggung Pajak yang disandera.
(5) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang menerbitkan surat perintah Penyanderaan, melaksanakan:
a. rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak; dan
b. pemberian ganti rugi kepada Penanggung Pajak, paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(6) Rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dimuat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media massa cetak harian berskala nasional dan/ atau media massa elektronik dengan ukuran yang memadai.
(7) Pemberian ganti rugi kepada Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dimuat dalam surat keputusan pemberian ganti rugi.
(8) Surat keputusan pemberian ganti rugi sebagaimana di maksud pada ayat (7) diterbitkan oleh Pejabat.
(9) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan kepada Penanggung Pajak sebesar Rpl00.000,00 (seratus ribu rupiah) setiap Hari selama masa Penyanderaan yang telah dijalani.