PAJAK UNDIAN
PT A menyelenggarakan undian, membeli hadiah undian dari PT lain, dan membagikan undian:
Hadiah undian berupa kendaraan yang diberikan kepada pemenang undian, hanya berupa barang kendaraannya saja (off the road), tidak termasuk biaya on the road hadiah kendaraan, dan juga tidak termasuk ongkos pengiriman hadiah kendaraan tersebut ke domisili pemenang undian. Pembelian hadiah undian berupa kendaraan yang dibeli dari pihak lain terdapat Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hadiah undian berupa barang elektronik yang diberikan kepada pemenang undian, hanya berupa barang, tidak termasuk ongkos pengiriman hadiah elektronik tersebut ke domisili pemenang undian. Pembelian hadiah undian berupa barang elektronik yang dibeli dari pihak lain terdapat DPP dan juga PPNnya. Hadiah undian berupa voucher potongan harga (discount), diberikan kepada pemenang undian, dan dapat digunakan oleh pemenang undian dalam membeli produk dari PT A.
Pertanyaan:
1) Apakah PPN masukan atas pembelian barang hadiah undian tersebut dapat dikreditkan di SPT Masa PPN?
2) Apa yang dimaksud dengan jumlah penghasilan bruto pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015?
3) Apakah jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam PER-11/PJ/2015 termasuk PPN atas pembelian barang hadiah undian? Sehingga PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas hadiah undian menjadi 25% x (DPP pembelian hadiah undian + PPN hadiah undian).
4) Apakah harga yang menjadi besarnya DPP yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.51/2002 adalah sama dengan DPP pembelian barang hadiah undian?
5) Apakah hadiah undian berupa voucher potongan harga termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) sebagaimana diatur dalam PER-11/PJ/2015 yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 25%?
6) Apakah hadiah undian berupa voucher potongan harga termasuk dalam pengertian pemberian cuma-cuma yang wajib untuk diterbitkan faktur pajak berdasarkan SE04/PJ.51/2002?
Ketentuan Pajak Penghasilan.
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU PPh), mengatur sebagai berikut. a) Pasal 4 ayat (1) huruf b, bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajb Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: hadiah dar undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. b) Pasal 4 ayat (2) huruf b, bahwa penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: penghasilan berupa hadiah undian. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian, mengatur sebagai berikut. a) Pasal 1, bahwa atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. b) Pasal 2, bahwa besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah undian. c) Penjelasan Pasal 2, bahwa dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan badan baik dalam negeri maupun luar negeri dikenakan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto nilai hadiah. Pengertian nilai hadiah adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil.
Pasal 3, bahwa penyelenggara undian wajib memotong atau memungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2. e) Penjelasan Pasal 3, bahwa penyelenggara undian adalah orang pribadi, badan, kepanitiaan, organisasi (termasuk organisasi internasional) atau penyelenggara lainnya termasuk pengusaha yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 wajib dipotong atau dipungut oleh penyelenggara undian tersebut. 3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan (PER-11/2015), mengatur sebagai berikut. a) Pasal 1 angka 1, bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan: Hadiah Undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian. b) Pasal 2, bahwa penghasilan berupa hadiah dari undian, perlombaan, serta kegiatan dan penghargaan merupakan objek Pajak Penghasilan.
c) Pasal 3 ayat (1), bahwa atas hadiah undian dipotong Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final oleh penyelenggara undian.
Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai.
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU PPN), mengatur sebagai berikut. a) Pasal 1 angka 23, bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. b) Pasal 1 angka 24, bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. c) Pasal 1A ayat (1) huruf d, bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. d) Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d, bahwa yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli. e) Pasal 4 ayat (1) huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. f) Pasal 7 ayat (1), bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu: (1) huruf a, sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; (2) huruf b, sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. g) Pasal 8A ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. h) Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. i) Pasal 9 ayat (2b), bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). j) Pasal 9 ayat (5), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan: (1) huruf a, penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan; dan (2) huruf b, penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang pajak, dalam hal bagian penyerahan yang terutang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan merupakan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. k) Pasal 9 ayat (8), bahwa pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: (1) huruf b, perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; (2) huruf f, perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; dan (3) huruf g, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6). l) Pasal 9 ayat (9), bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. m) Pasal 9A ayat (2), bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dikreditkan. n) Pasal 13 ayat (1) huruf a, bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D. o) Pasal 13 ayat (9), bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. p) Pasal 16B ayat (3), bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dikreditkan. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, mengatur sebagai berikut. a) Pasal 6 ayat (1), bahwa pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. b) Pasal 6 ayat (2), bahwa pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai. c) Pasal 6 ayat (4), bahwa pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pemberian yang diberikan tanpa pembayaran atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015 (PMK-75/2010), mengatur sebagai berikut. a) Pasal 1 angka 3, bahwa Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. b) Pasal 2 huruf b, bahwa Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. 4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (PMK-6/2021), mengatur sebagai berikut. a) Pasal 1 angka 15, bahwa Voucer adalah media pembayaran atas pembelian barang dan jasa oleh pembeli atau penerima jasa untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang berbentuk fisik atau elektronik, untuk penggunaan diskon atau belanja. b) Pasal 1 angka 21, bahwa Penyelenggara Voucer adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan pelayanan berupa penerbitan, pengelolaan, dan distribusi Voucer. c) Pasal 3, bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa: (1) huruf b, jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer; (2) huruf c, jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau (3) huruf d, jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) oleh Penyelenggara Voucer, dikenai PPN. d) Pasal 7 ayat (1), bahwa PPN yang terutang atas penyerahan jasa pemasaran dengan media Voucer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, dipungut oleh Penyelenggara Voucer. e) Pasal 7 ayat (4), bahwa Voucer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi Voucer penawaran diskon (daily deals voucher). f) Pasal 8 ayat (1), bahwa penyerahan Voucer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) oleh: (1) huruf a, Penyelenggara Voucer kepada Pembeli dan/ atau Penerima Jasa; dan (2) huruf b, Pembeli dan/atau Penerima Jasa kepada pedagang atau penyedia jasa, tidak dikenai PPN. g) Pasal 8 ayat (2), bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh pedagang atau penyedia jasa kepada Pembeli dan/atau Penerima Jasa dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kesimpulan:
a. Pajak Penghasilan.
1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima hadiah undian dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas hadiah undian sebesar 25% dari jumlah penghasilan bruto oleh penyelenggara undian.
2) Pertanyaan nomo 2 dan 3 yang dimaksud jumlah penghasilan bruto adalah nilai hadiah tidak termasuk PPN, sehingga penghitungan PPh Pasal 4 ayat (2) terutang atas hadiah undian yaitu sebesar 25% dari nilai hadiah tidak termasuk PPN. 3) Menjawab pertanyaan PT A sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d butir 5), atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final, sehingga hadiah undian berupa voucer yang diberikan penyelenggara undian kepada penerima hadiah undian dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 25% dari nilai hadiah undian berupa voucer tidak termasuk PPN oleh penyelenggara undian.
b. Pajak Pertambahan Nilai.
Terkait dengan pertanyaan nomor 1:
a) Pajak Masukan dapat dikreditkan sepanjang:
(1) menggunakan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material;
(2) merupakan pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
(3) berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan dimaksud dapat dikreditkan;
(4) tidak berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN yang Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan dimaksud tidak dapat dikreditkan;
(5) tidak berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN;
(6) tidak berkenaan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN; dan
(7) dikreditkan pada Masa Pajak yang sama atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP.
b) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (1) memenuhi:
(1) persyaratan formal apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) UU PPN dan peraturan pelaksanaannya; dan
(2) persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP dan/atau JKP, impor BKP, atau pemanfaatan JKP dan/atau BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Terkait dengan pertanyaan nomor 4:
a) PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
b) Termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sebagaimana dimaksud pada huruf a) yaitu pemberian cuma-cuma atas BKP.
c) PPN yang terutang atas pemberian cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada huruf b) dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dengan DPP berupa nilai lain, yaitu harga jual dikurangi laba kotor sebagaimana diatur dalam PMK-75/2010. d) Dengan demikian, DPP yang digunakan untuk pemberian cuma-cuma berupa BKP hadiah undian yang dilakukan oleh PT A pada dasarnya sama dengan DPP atas perolehan BKP hadiah undian dimaksud.
Terkait dengan pertanyaan nomor 6:
a) PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP.
b) Penyerahan voucer yang paling sedikit meliputi voucer penawaran diskon sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PMK-6/2021 kepada pembeli tidak dikenai PPN.
c) Dengan demikian, dalam hal PT A melakukan pemberian cuma-cuma hadiah undian berupa voucer sebagaimana dimaksud pada huruf b), maka PT A tidak perlu membuat Faktur Pajak.