MAKANAN DI TOKO SWALAYAN

a. Tanggal pemberlakuan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

1) UU HKPD yang berlaku sejak 5 Januari 2022 mengatur bahwa penyerahan makanan dan/atau minuman yang dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman tidak dikenai Pajak Daerah, melainkan PPN. 

2) Namun, mengingat pelaksanaan UU HKPD dituangkan dalam peraturan daerah (Perda), dimungkinkan terdapat kondisi pemerintah daerah (Pemda) belum menerbitkan Perda baru yang sesuai dengan UU HKPD. 

3) Terhadap kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1), UU HKPD memberikan pengaturan untuk masa transisi, yaitu bahwa dalam hal Pemda belum menerbitkan Perda baru sesuai dengan UU HKPD, Perda lama dinyatakan masih berlaku paling lambat hingga dua tahun berlakunya UU HKPD atau sampai dengan tanggal 4 Januari 2024. 

4) Selaras dengan UU HKPD, PMK-70 mengatur bahwa penyerahan makanan dan/atau minuman yang dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman dikenai PPN. 

5) Mengingat bahwa PMK-70 berlaku sejak 1 April 2022, terdapat perbedaan pendapat di lapangan terkait pajak yang harus dipungut pengusaha selama masa transisi sebagaimana dimaksud pada angka 3), apakah pajak daerah atau PPN. 

6) Perbedaan pendapat pada angka 5) terjadi karena persepsi yang menganggap bahwa terdapat dua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengenakan jenis pajak yang berbeda pada objek yang sama dalam waktu yang bersamaan pula. 

b. Permasalahan terkait pajak yang dikenakan untuk divisi restoran dalam sebuah toko swalayan. 

1) Permasalahan timbul karena sejumlah toko swalayan di Indonesia juga menyerahkan makanan dan/atau minuman dengan metode selayaknya restoran, seperti Alfamart, Lawson, Circle-K, IKEA, dan Lotte Mart. 

2) Sesuai dengan UU HKPD, seluruh penyerahan oleh toko swalayan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenai PPN. 

3) Namun di lapangan terdapat perbedaan pemahaman antara Kantor Pelayanan Pajak dengan Pemda setempat. 

4) Sejumlah Pemda berpendapat bahwa divisi restoran dari suatu toko swalayan seharusnya memungut pajak restoran. 

Ketentuan Terkait

Ketentuan yang berkaitan dengan permasalahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain sebagai berikut. a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN), antara lain mengatur: 1) Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; 2) Pasal 4 ayat (1) huruf a, bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; dan 3) Pasal 4A ayat (2) huruf c, bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. 

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mengatur sebagai berikut. 1) Pasal 50 huruf a, bahwa Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi Makanan dan/atau Minuman. 2) Pasal 51: a) ayat (1), bahwa penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a meliputi Makanan dan/atau Minuman yang disediakan oleh: a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum; b. penyedia jasa boga atau katering yang melakukan: 1. proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan; 2. penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan 3. penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya; dan b) ayat (2), bahwa yang dikecualikan dari objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman: a. dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam Perda; b. dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman; c. dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; atau d. disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara. 

3) Pasal 187 huruf b, bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini. 4) Pasal 188 huruf b, bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573), dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. 5) Pasal 189 ayat (2), bahwa semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta Pajak dan Retribusi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. 6) Pasal 193, bahwa Undang-Undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan (5 Januari 2022). 

c. Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU No. 7/2014) mengatur bahwa yang dimaksud dengan 'toko swalayan' adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket, ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur: 1) Pasal 4: a) ayat (1), bahwa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; b) ayat (2), bahwa restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa penyediaan fasilitas meja, kursi, dan/atau peralatan untuk makan dan minum di tempat; c) ayat (4) huruf a, bahwa tidak termasuk makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 antara lain makanan dan minuman yang disediakan oleh Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman; dan d) ayat (5), bahwa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai PPN. 2) Pasal 10, bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. 

Solusi

a. Terkait tanggal pemberlakuan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) : 

1) Atas penyerahan makanan dan/atau minuman oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman dikenai PPN sejak berlakunya UU HKPD. 

2) Pengaturan PMK-70 yang berlaku sejak 1 April 2022 telah selaras dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1). 

3) Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf c UU PPN yang mengatur bahwa PPN tidak dikenakan atas objek yang sudah dikenai pajak daerah, maka tidak perlu terjadi pengenaan dua jenis pajak (Pajak Restoran dan PPN) pada saat yang bersamaan. 

4) Perda yang mengenakan Pajak Restoran atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada angka 1): a) dalam kurun waktu sejak berlakunya UU HKPD sampai dengan Perda baru dibuat sesuai dengan UU HKPD atau paling lambat sampai dengan tanggal 4 Januari 2024 (masa transisi), Perda tersebut tetap berlaku sehingga Wajib Pajak memungut Pajak Restoran; dan b) sejak tanggal 5 Januari 2024, Perda yang mengenakan Pajak Restoran tersebut bertentangan dengan UU HKPD dan dinyatakan tidak berlaku sehingga Wajib Pajak memungut PPN. 

5) Dalam hal Perda yang mengenakan Pajak Restoran atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dicabut dan/atau diganti dengan Perda baru yang telah sesuai dengan UU HKPD sebelum tanggal 4 Januari 2024, Wajib Pajak memungut PPN. 

b. Terkait pajak yang dikenakan untuk divisi restoran dalam sebuah toko swalayan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b. 

1) Sejak PPN mulai dipungut sebagaimana dimaksud pada huruf a, seluruh penyerahan makanan dan/atau minuman yang dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman dikenai PPN. 

2) Meskipun penyerahan makanan dan/atau minuman dilakukan dengan cara yang serupa dengan aktivitas restoran (penyediaan layanan penyajian), penyerahan tersebut tetap dikenai PPN. 

3) Mengingat bahwa UU HKPD memilah objek yang dikenai PBJT atau PPN secara substantif, berikut ini adalah skema pengenaan PPN dalam berbagai kondisi yang mungkin terjadi. 


4) Penjelasan 

a) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang hanya menjual makanan dan/atau minuman. 

(1) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang hanya menjual makanan dan/atau minuman tanpa layanan restoran memungut PPN. 

Contoh: Toko Roti dengan merek dagang ABC pada Pusat Pertokoan Y di Kota Z melakukan produksi (proses pembuatan dan pengolahan bahan menjadi roti) sekaligus penjualan roti kepada konsumen. Toko dimaksud hanya melakukan pembuatan dan penjualan langsung kepada konsumen tanpa menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti dimaksud tidak memenuhi kriteria Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT, melainkan merupakan objek PPN. 

(2) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang hanya menjual makanan dan/atau minuman dengan layanan restoran memungut PBJT. 

Contoh: Toko Roti dengan merek dagang ABC pada Mal X di Kota Z melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti ABC untuk dijual kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanannya kepada konsumen, Toko Roti ABC menyediakan meja dan kursi kepada konsumen untuk menyantap di tempat. Oleh karena itu, toko roti dimaksud merupakan Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan terutang PBJT dan bukan objek PPN. Dengan demikian, meskipun atas toko roti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat terjadi perbedaan perlakuan perpajakan, bergantung pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual (distribusi) atau memberikan pelayanan selayaknya Restoran. 

b) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang menjual makanan dan/atau minuman serta barang lainnya. 

(1) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang menjual makanan dan/atau minuman dan barang lainnya tanpa menyediakan layanan restoran memungut PPN. Contoh: Minimarket DEF memungut PPN atas seluruh penyerahannya, termasuk penyerahan makanan dan minuman seperti sosis, donat, nasi kotak, dan sebagainya karena di dalam toko tidak tersedia layanan penyajian seperti restoran. 

(2) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang menjual makanan dan/atau minuman dan barang lainnya dengan menyediakan layanan restoran tanpa memiliki izin restoran untuk divisi restoran memungut PPN. 

Contoh: Toko Furnitur IJK, selain menjual furnitur, juga menjual makanan dan minuman di dalam toko dengan menyediakan layanan penyajian seperti restoran. Karena Toko Furnitur IJK tidak memiliki izin usaha restoran untuk penyerahan makanan dan minuman, Toko Furnitur IJK memungut PPN untuk seluruh penyerahannya. 

(3) Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang menjual makanan dan/atau minuman serta barang lainnya dengan menyediakan layanan restoran dan memiliki izin restoran untuk divisi restoran dan memisahkan pembukuan/pencatatan antara divisi restoran dengan lini bisnis lain memungut PPN untuk barang lainnya dan memungut PBJT untuk makanan dan/atau makanan yang dijual oleh divisi restoran. 

Contoh: Toko Furnitur IJK, selain menjual furnitur, juga menjual makanan dan minuman di dalam toko dengan menyediakan layanan penyajian seperti restoran. Karena Toko Furnitur IJK memiliki izin usaha restoran untuk divisi restorannya, Toko Furnitur IJK memungut PBJT atas penyerahan makanan dan minuman serta memungut PPN atas penyerahan furnitur dan barang lain selain makanan dan minuman. Toko Furnitur IJK harus memisahkan pembukuan divisi restoran dari divisi lainnya.