TAX TREATY

TAX TREATY

Pasal 32A UU PPH 

Pemerintah berwenang membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral dalam rangka: 

a. penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak; 

b. pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba; 

c. pertukaran informasi perpajakan; 

d. bantuan penagihan pajak; dan 

e. kerja sama perpajakan lainnya. ******) 

Tentang P3B


Sesuai dengan UU PPh, Pemerintah berwenang membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral dalam rangka:

Dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi, khususnya di bidang perpajakan, dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra dan seiring dengan perkembangan lanskap perpajakan internasional yang dinamis, Pemerintah Indonesia diberikan kewenangan untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral melalui perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama perpajakan lainnya.
 

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Pasal 32A Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

 

 

Tidak, karena P3B adalah suatu ketentuan yang dipergunakan untuk mengatur pembagian hak pemajakan atas transaksi lintas batas yang terjadi antar negara.

 

  

• Setiap negara bebas untuk merancang dan menerapkan sistem pajak internasionalnya sendiri. Namun, pada umumnya, sistem perpajakan internasional dirancang berdasarkan dua prinsip perpajakan dasar, yaitu prinsip domisili (the residence principle) dan prinsip sumber (the territoriality principle).


• Sistem pajak yang dirancang berdasarkan prinsip domisili dikenal dengan istilah sistem pajak worldwide. Sementara, sistem pajak berdasarkan prinsip sumber disebut dengan sistem pajak territorial.


• Negara dengan sistem pajak territorial hanya mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber atau dianggap bersumber dari negara/yurisdiksinya. Sementara itu, penghasilan yang bersumber dari luar negeri tersebut (foreign income), tidak dikenakan pajak.


• Negara yang menganut sistem pajak worldwide akan mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) negara tersebut, tanpa memperhatikan apakah penghasilan tersebut bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima oleh WPDN, negara yang menganut sistem pajak worldwide juga mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh WPLN yang bersumber dari negaranya.

 

 

 

• P3B merupakan ketentuan lex-spesialis. Oleh karenanya, apabila terjadi konflik antara ketentuan P3B dan ketentuan domestik atas suatu transaksi internasional, ketentuan P3B lebih diutamakan.


• Berdasarkan PMK-202/PMK.0102017 s.t.d.t.d PMK-236/PMK.010/2020, dalam hal terdapat ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam perjanjian internasional yang berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, perlakuan Pajak Penghasilan didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian internasional dimaksud.

• Penjelasan Pasal 32A Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan


• Peraturan Menteri Keuangan nomor 202/PMK.010/2017 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Penghasilan yang Didasarkan pada Ketentuan dalam Perjanjian Internasional s.t.d.t.d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 236/PMK.010/2020

 

 

• Tarif dalam P3B bukan dimaksudkan untuk mengatur tarif pemajakan sebagaimana dalam ketentuan domestik (UU PPh), P3B hanya membagi hak pemajakan antara negara yang melakukan perjanjian.


• Dalam hal tarif yang diatur dalam P3B lebih besar, maka tarif yang digunakan adalah yang sesuai dengan ketentuan domestik yang berlaku.

Bagaimana pengenaan pajak berganda pada transaksi internasional dapat terjadi?

Pengenaan pajak berganda timbul akibat pengenaan pajak oleh lebih dari satu Negara terhadap Wajib Pajak yang sama dan atas objek pajak yang sama pada periode waktu tertentu. Pengenaan pajak berganda tersebut dapat terjadi pada kondisi sebagai berikut:

 

Apakah penyebab terjadinya pajak berganda internasional?

Pajak berganda internasional akan timbul karena atas satu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali. Pengenaan pajak berganda internasional timbul karena tiga konflik berikut:

Ketentuan P3B


a. Penentuan Status WPDN/WPLN


• Sesuai dengan Pasal 2 PMK-18/PMK.03/2021, Tuan A masih merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia sepanjang yang bersangkutan masih:

• Sesuai dengan Pasal 3 PMK-18/PMK.03/2021, Tuan A dapat menjadi Subjek Pajak Luar Negeri jika Tuan A merupakan:

• Dalam hal terdapat P3B Indonesia dengan negara X, maka penentuan status subjek pajak tuan A dan pemajakan atas penghasilannya ditentukan berdasarkan ketentuan dalam P3B antara Indonesia dengan negara tersebut.

• Dalam hal tuan A masih merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia, maka atas penghasilan yang diperoleh Tuan A di luar negeri dikenakan pajak di Indonesia.
 

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

 

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

 

 

WNA yang telah memenuhi syarat sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) UU PPh dan telah memiliki NPWP, WNA tersebut telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri sehingga memiliki hak dan kewajiban termasuk dapat mengajukan permohonan penerbitan SKD sepanjang permohonan yang diajukan tersebut telah memenuhi ketentuan dalam PER-28/PJ/2018.

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

 

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2018 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negari Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

• Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) dan (4) PMK-18/PMK.03/2021, Mr. FN dapat ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri Indonesia karena mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.

• Dalam hal pemerintah Australia juga mengklaim bahwa Mr. FN merupakan subjek pajak dalam negeri Australia, maka penentuan subjek pajak dilakukan berdasarkan ketentuan mengenai penduduk (residence) dalam P3B Indonesia-Australia dengan memperhatikan klausul tie-breaker rules.

• Dalam P3B Indonesia-Australia diatur bahwa apabila seorang merupakan penduduk di kedua Negara, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:

• Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
a. Pasal 2 ayat (3) dan
b. Pasal 2 ayat (4)

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Agreement Between the Republic of Indonesia and the Government of Australia for the Avoidance of Double Taxation and The Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income:
a. Pasal 4 tentang Penduduk (Residence

 

b. Contoh Artikel P3B


a. Pasal 12 ayat (2) OECD Model mendefinisikan royalti sebagai berikut:
“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi, paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan”. Sementara itu, UN Model memberikan definisi royalti yang lebih luas karena terdapat jenis pembayaran yang termasuk dalam penghasilan royalti berdasarkan UN Model, tetapi tidak lagi termasuk dalam OECD Model yaitu penghasilan atas hak pemakaian Industrial, Comercial, Scientific (ICS) Equipment. Penghasilan atas hak menggunakan ICS sudah tidak lagi diatur di Pasal 12(2) OECD Model. Penghasilan ini termasuk Business Profit Pasal 7 OECD Model. 


b. Mengacu Pasal 12 ayat (3) UN Model, definisi royalti adalah sebagai berikut:
“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi, atau film atau pita-pita yang dipakai untuk penyiaran radio atau televisi, paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk menggunakan, atau hak untuk menggunakan, perlengkapan perindustrian, perdagangan atau ilmiah atau atas informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan”.

• Model P3B:

 

Sewa Mesin

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.t.d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

Pasal 26 ayat (1) huruf c

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

P3B Indonesia dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra

 

Jasa

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.t.d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
a. Pasal 26 ayat (1) huruf d


Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda


Agreement Between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion With Respect to Taxes on Income:

 

Shipping and Aircraft

 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.t.d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
a. Pasal 26 ayat (1)

Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

pasal 8 P3B Indonesia dan Negara ABC mengatur mengenai ketentuan pemajakan atas penghasilan dari kegiatan pelayaran dan penerbangan di jalur internasional.

 

Dividen

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,   serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

a. Pasal 14,
b. Pasal 17,
c. Pasal 21,
d. Pasal 34
e. Pasal 35,
f.  Pasal 36, dan
g. Pasal 37

 

Dividen

• Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh, dividen yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% oleh pihak yang wajib membayarkan


• Lebih lanjut, PER-25/PJ/2018 mengatur bahwa:

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
a. Pasal 26 ayat (1) huruf a


•Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda:
a. Pasal 2,
b. Pasal 3 ayat (1),
c. Pasal 3 ayat (2),
d. Pasal 3 ayat (3), dan
e. Pasal 7 ayat (8)

 

Bunga

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

a. Pasal 23 ayat (4) huruf a

 

Bunga (P3B Indonesia – Jepang)

Agreement between Japan and the Republic of Indonesia for the Avoidance of Doble Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income

a. Pasal 7 ayat (7)
b. Pasal 11

 

Royalti

• Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh, royalti yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% oleh pihak yang wajib membayarkan.

• Lebih lanjut, PER-25/PJ/2018 mengatur bahwa:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

a. Pasal 26 ayat (1) huruf c

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda:

 

Penjualan atau Pengalihan Harta

•Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU PPh dan Pasal 2 ayat (1) PMK-82/PMK.03/2009, Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final.

• Perkiraan penghasilan neto yang dimaksud adalah sebesar 25% dari harga jual sehingga jumlah pajak yang dipotong/dipungut adalah sebesar 5% (20% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 25%).

• Pasal 2 ayat (4) PMK-82/PMK.03/2009 mengatur mengenai cakupan jenis harta yang dimaksud dalam klausul penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yaitu penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.

• Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

a. Pasal 26 ayat (2)


• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) UU Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia

 

Penjualan atau Pengalihan Harta

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) PMK-82/PMK.03/2009, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) UU Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

 

Penjualan saham

• Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) UU PPh dan Pasal 2 ayat (1) KMK-434/KMK.04/1999, penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

• Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) KMK-434/KMK.04/1999, terhadap WPLN berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka pemotongan pajak hanya dilakukan apabila, berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia.

• Untuk dapat menerapkan ketentuan yang berlaku dalam P3B, maka persyaratan yang diatur dalam PER-25/PJ/2018 harus dipenuhi.

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

a. Pasal 26 ayat (2)

• Keputusan Menteri Keuangan KMK-434/KMK.04/1999 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

Penjualan saham

• Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) P3B Indonesia - Australia, hak pemajakan atas transaksi pengalihan saham perusahaan yang asetnya sebagian besar berupa aktiva tetap, berada pada negara dimana aktiva tetap tersebut berada yaitu di Indonesia.

• Terhadap Transaksi 1, penghasilan dari penjualan saham tersebut terutang pajak PPh Pasal 26 final sebesar 5% (20% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 25%) dari harga jual, yang dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh PT FMN.

• Terhadap Transaksi 2, atas penghasilan yang diterima Houston Co. dipotong PPh Pasal 26 final sebesar 5% (20% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 25%) dari harga jual oleh PT SPH.

PT SPH juga berkewajiban menyetor dan melaporkan PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Keputusan Menteri Keuangan KMK-434/KMK.04/1999 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham

Agreement Between the Republic of Indonesia and the Government of Australia for the Avoidance of Double Taxation and The Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income:

a. Article 13 ayat (4)

 

Penjualan saham

Berdasarkan PP No.14 Tahun 1997 dan KMK- 282/KMK.04/1997, saham yang diperjualbelikan di bursa efek dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2).

• Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1997

• Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek

 

Dependant Personal Services

• Pasal 16 P3B Indonesia-Amerika Serikat, mengenai pekerjaan dalam hubungan kerja (dependent personal services) mengatur bahwa penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara dalam suatu hubungan kerja yang dilakukan di Negara lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara domisili penerima penghasilan tersebut, apabila memenuhi kondisi sebagai berikut:

• Apabila salah satu atau lebih dari kondisi tersebut tidak terpenuhi, hak pemajakan atas penghasilan Mr. J berada di Indonesia dan BUT XYZ wajib memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh Mr. J, dan menyetor serta melaporkan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
 

Convention Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the United States of America (as amended by 1996 Protocol) for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income

a. Article 16

 

Jasa Konsultasi (P3B Indonesia – Australia)

• Sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) huruf d UU PPh, atas imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh WPLN yang bersumber di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.

• Dalam hal Mr. CR (SPLN) dikontrak oleh PT. MFG (WPDN) untuk memberikan konsultasi terkait profesinya sebagai ahli hukum/lawyer dan berada di Indonesia dalam jangka waktu 150 hari, maka atas pembayaran gaji Mr. CR akan masuk dalam cakupan pasal 14 Independent Personal Services P3B Indonesia-Australia;

• Pasal 14 P3B Indonesia-Australia memberikan ketentuan bahwa atas penghasilan yang diperoleh orang pribadi dari pemberian jasa professional (sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal tersebut) atau pekerjaan bebas lainnya, hanya dapat dikenakan pajak (shall be taxable only) di negara domisili. Namun demikian, terdapat pengecualian atas ketentuan tersebut dimana negara sumber dapat mengenakan pajak atas penghasilan tersebut sebagai berikut:

• Untuk penerapan ketentuan P3B Indonesia-Australia, maka WPLN tersebut harus memenuhi ketentuan penyampaian SKD WPLN sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam PER-25/PJ/2018.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.t.d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
a. Pasal 26 ayat (1) huruf d

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Agreement Between the Republic of Indonesia and the Government of Australia for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income:
a. pasal 1, mengatur mengenai cakupan resident yang dapat menerima manfaat P3B;
b. pasal 14, mengatur mengenai alokasi hak pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas (independent personal services).

 

Pelajar dan Peserta Magang

• Dalam OECD Model dan UN Model, ketentuan mengenai hak pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh pelajar dan peserta magang terdapat dalam Pasal 20.

• Pasal ini memberikan pembebasan pajak kepada pelajar dan peserta magang di negara dimana pelajar dan peserta magang tersebut melakukan kegiatan pembelajaran atau magang.

Contoh:
Tuan Dani yang merupakan SPDN Indonesia dikirimkan oleh PT GHI untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di Negara ZE (negara tuan rumah). PT GHI mengirimkan biaya hidup dan biaya pelatihan kepada Tuan Dani. Ketentuan dalam P3B antara Negara Indonesia dengan Negara ZE mengatur bahwa pembayaran untuk keperluan biaya hidup, pendidikan atau pelatihan yang diterima oleh pelajar, mahasiswa, pegawai yang ikut serta dalam pelatihan, dan pegawai magang tidak dikenai pajak di Negara Pihak dalam Persetujuan yang menjadi tempat atau lokasi dilakukannya kegiatan pendidikan atau pelatihan sepanjang pembayaran tertentu tersebut bersumber dari luar Negara dimaksud.

• P3B Indonesia dengan negara-negara mitra

• Model P3B

 

Premi Asuransi dan Reasuransi

• Sesuai dengan ketentuan dalam PER-25/PJ/2018, untuk dapat memperoleh manfaat P3B, WPLN yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan dari Indonesia wajib menyampaikan SKD WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut. WPLN menggunakan format SKD WPLN sebagaimana tercantum dalam Lampiran PER 25/PJ/2018 (Form DGT).

• Pihak yang harus mengisi DGT untuk dapat menerapkan P3B adalah pihak yang menandatangani kontrak dengan perusahaan asuransi di Indonesia.

• Jika pembayaran seluruhnya dilakukan kepada broker, maka broker-lah yang harus mengisi form DGT-nya.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda


Implementasi P3B



a. Surat Keterangan Domisili (SKD)


• Surat Keterangan Domisili (SKD) merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang isinya menerangkan bahwa Wajib Pajak dimaksud adalah subjek pajak negaranya.

• SKD terbagi menjadi 2 (dua), yakni SKD Wajib Pajak Dalam Negeri (SKD WPDN) dan SKD Wajib Pajak Luar Negeri (SKD WPLN).

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-28/PJ/2018 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negari Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

• Menurut PER-25/PJ/2018 dan PER-28/PJ/2018, SKD dapat diakses secara elektronik melalui https://djponline.pajak.go.id.

• SKD WPDN diakses melalui menu Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), sedangkan SKD WPLN melalui menu e-SKD.

• Wajib Pajak harus telah memiliki akun DJP online terlebih dahulu. Jika belum aktivasi, Wajib Pajak dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak.

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-28/PJ/2018 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negari Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

b. SKD Wajib Pajak Dalam Negeri


  Apakah SKD WPLN yang diterbitkan berlaku sejak tanggal 1 bulan tersebut?

• Berdasarkan PER-25/PJ/2018, SKD WPLN disampaikan melalui laman DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat bersamaan dengan pelaporan SPT Masa Pemotongan dan/atau Pemungutan. Masa berlaku SKD sesuai dengan masa berlaku yang tercantum dalam SKD tersebut dengan mempertimbangkan waktu penyampaian SKD pada laman dimaksud.

• Sebagai contoh, Mr. A, WPLN negara mitra P3B Indonesia, mendapat penghasilan dari PT XYZ di Indonesia sepanjang tahun 2019. Mr. A memiliki SKD WPLN yang berlaku dari Januari s.d. Desember 2019 tetapi baru disampaikan melalui laman DJP tanggal 20 Maret 2019 sebelum SPT Masa Februari disampaikan. Atas hal tersebut, PT XYZ dapat melakukan pemotongan pajak sesuai ketentuan P3B mulai masa pajak Februari s.d. Desember 2019. Sementara untuk masa pajak Januari 2019 dapat diajukan pengembalian kelebihan pajak karena SKD WPLN baru diterima setelah masa pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak serta penyampaian SPT Masa PPh Januari telah terlewati.
 

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

• Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) PER-25/PJ/2018 yang menjelaskan bahwa Pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, Bank Sentral atau lembaga-lembaga tertentu yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B, penerapan P3B dapat dilakukan dengan tidak menggunakan Form DGT.

• Tetapi lembaga-lembaga tersebut wajib menyampaikan Certificate of Resident yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) PER-25/PJ/2018 atau surat keterangan dari otoritas perpajakan di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B yang menyatakan bahwa penerima penghasilan tersebut merupakan pihak yang dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di negara sumber atas penghasilan tertentu berdasarkan P3B.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

• Sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) huruf d UU PPh, bentuk usaha tetap (BUT) merupakan subjek pajak luar negeri sehingga SKD untuk BUT diterbitkan oleh otoritas pajak negara mitra di mana kantor pusat dari BUT tersebut berada.

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

a. Pasal 2 ayat (4) huruf d

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 PER-25/PJ/2018, syarat WPLN dapat memanfaatkan ketentuan P3B yakni (persyaratan kumulatif):

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) PER-25/PJ/2018, pengesahan Form DGT oleh negara mitra dapat digantikan dengan Certificate of Residence (CoR) yang harus memenuhi ketentuan:

a. menggunakan bahasa Inggris;
b. paling sedikit mencantumkan informasi mengenai:

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

Wajib Pajak Luar Negeri berbentuk Badan dapat memperoleh manfaat P3B sepanjang memenuhi syarat formal dan substansial yang diatur dalam PER-25/PJ/2018.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

 

• Sesuai dengan Pasal 10 PER-25/PJ/2018, dalam hal WPLN tidak dapat memenuhi persyaratan administratif, Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh yang berlaku.

• WPLN yang terlambat menyampaikan SKD setelah pemotongan dan/atau pemungutan pajak dapat mengajukan pengembalian atas kelebihan pemotongan dan/atau pemungutan pajak tersebut.

• Pengembalian kelebihan tersebut dapat dilakukan jika pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut tersebut sudah dilaporkan dalam SPT Masa Pemotong atau Pemungut Pajak untuk masa terutangnya pajak.

• Tata cara pengembalian kelebihan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata cara atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

• Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang

• Peraturan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

  

• Petunjuk penelitian SKD WPLN dalam SE-35/PJ/2021 huruf E angka 1 butir d dijelaskan bahwa:

“Dalam hal terdapat SKD WPLN yang diterima oleh pemeriksa dalam proses pemeriksaan atau penelaah keberatan dalam proses keberatan atau pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, dokumen tersebut tetap dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sepanjang memenuhi ketentuan formal sebagaimana dimaksud pada huruf b.”

• SKD WPLN diteliti secara formal dan material sesuai dengan ketentuan yang diatur pada PER-25/PJ/2018

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

• SE-35/PJ/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak Luar Negeri Pada Proses Pemeriksaan, Keberatan, Dan Pengurangan Atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak

 

 

Sesuai dengan Pasal 20 PMK nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, SKD WPLN merupakan salah satu dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan pengembalian kelebihan pajak.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang

 

 

• Sesuai dengan ketentuan dalam PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, untuk WPLN selain orang pribadi (Non Individual):

Penandasahan PART II dapat digantikan oleh CoR yang diterbitkan oleh CA negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B.

• Part VI harus diisi oleh WPLN Badan atas seluruh jenis penghasilan yang diterima sesuai dengan ketentuan PER-25/PJ/2018.

• Hal ini disebabkan WPLN secara umum perlu menyampaikan SKD WPLN satu kali dalam satu periode sehingga diperlukan pernyataan dalam Form DGT yang mencakup penghasilan yang telah diterima dan penghasilan yang mungkin diterima di masa yang akan datang.
 

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

 

d. Kredit Pajak Luar Negeri


 

Jika tidak ada P3B antara Indonesia dengan negara A dan B, berapa besarnya PPh LN yang dapat dikreditkan per jenis penghasilan untuk tiap negara atau yurisdiksi?
 

 

Berdasarkan Pasal 6 PMK-192/PMK.03/2018, penentuan besarnya PPh LN yang dapat dikreditkan ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit antara:

Sehingga,
Penghasilan neto LN
Negara A                                                 1.500.000.000
Negara B                                                 4.500.000.000
Negara C                                                                      0
Jumlah                                                     6.000.000.000
• Penghasilan neto DN                                 3.000.000.000
• Penghasilan neto fiskal                              9.000.000.000
• PKP                                                            9.000.000.000
• PPh terutang (tarif pasal 17 UU PPh)        2.250.000.000
• PPh LN yang dapat dikreditkan

Negara A
PPh LN                                                      450.000.000
Jumlah tertentu
1,5 Milyar / 9 Milyar x 2,25 Milyar              375.000.000
Jumlah tertentu < PPh LN, sehingga yang dapat dikreditkan sebesar Rp 375 juta

Negara B
PPh LN                                                      675.000.000
Jumlah tertentu
4,5 Milyar / 9 Milyar x 2,25 Milyar           1.125.000.000
PPh LN < jumlah tertentu, sehingga yang dapat dikreditkan sebesar Rp 675 juta

Negara C
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) PMK-192/PMK.03/2018, kerugian dari negara C tidak dapat digabungkan dalam menghitung PKP

Jumlah PPh LN yang dapat dikreditkan PT. ETHERIUM terhadap PPh yang terutang di DN adalah sebesar Rp 1,05 Milyar (Rp 375 juta + Rp 675 juta)
 

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
a. Pasal 24 ayat (6)

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri
a. Pasal 4, dan
b. Pasal 6

5.

Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures and Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Multilateral Instrument, MLI)




 

 

• MLI merupakan instrumen yang memodifikasi P3B sesuai dengan rekomendasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Actions. Pembentukan MLI dilakukan agar memudahkan penyelarasan P3B dengan rekomendasi BEPS Actions tersebut mengingat renegosiasi P3B membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.

• Pembentukan MLI ditujukan untuk menghindari proses negosiasi perjanjian yang panjang dan memakan waktu yang lama yang selama ini terjadi pada perjanjian bilateral.

• P3B Indonesia dengan negara/yurisdiksi mitra tetap berlaku, kecuali untuk klausul P3B yang dimodifikasi dengan MLI untuk klausul yang dimodifikasi tersebut berlaku ketentuan sebagaimana yang diatur dalam MLI.

MLI Convention

 

 

• OECD Commentary merupakan guideline dalam menafsirkan ketentuan P3B dan bersifat non-binding, sementara MLI mengikat para pihak penanda tangan (signatories).

• Berbeda dengan Protokol yang langsung mengubah ketentuan dalam P3B, MLI bekerja berdampingan dengan P3B.

• Dengan demikian, ketentuan dalam P3B tetap harus diperhatikan saat mengaplikasikan MLI. Naskah Sintesis (synthesized text) yang ada dalam lampiran surat edaran Pemberlakuan MLI dapat digunakan untuk memudahkan proses tersebut.

• MLI Convention
• SE Pemberlakuan MLI untuk P3B Indonesia dengan Negara/Yurisdiksi Mitra

 

 

• Pada dasarnya, setiap negara/yurisdiksi memiliki kedaulatan untuk membentuk ketentuan domestik perpajakannya termasuk untuk mengadopsi maupun tidak mengadopsi pasal-pasal dalam MLI.

• Namun perlu diingat bahwa implementasi MLI memerlukan persetujuan 2 (dua) negara mitra untuk memilih pasal MLI yang sama.

• Jadi misalnya Indonesia memilih suatu pasal untuk dimodifikasi, tetapi negara mitra tidak memilih pasal tersebut (memilih untuk reservasi), maka tidak akan terjadi kesesuaian antara Indonesia dengan negara mitra tersebut, sehingga tidak akan ada modifikasi MLI atas P3B antar Indonesia dengan negara mitra tersebut.

• MLI Convention

 

 

 

Indonesia saat ini mengadopsi 11 pasal, yaitu tentang:

• MLI Convention

 

 

Tanggal berlaku efektif MLI untuk P3B Indonesia dengan negara/yurisdiksi mitra dapat diketahui dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak tentang pemberlakuan MLI untuk P3B Indonesia dengan negara/atau yurisdiksi mitra

• Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang pemberlakuan MLI untuk P3B Indonesia dengan negara/atau yurisdiksi mitra

• Pasal 35 MLI Convention

 

 

• Setelah ratifikasi, suatu negara pihak dapat mengubah sebagian Posisi MLI mereka.

• Secara khusus, negara tersebut dapat mengidentifikasi lebih banyak perjanjian (P3B) yang akan dimodifikasi oleh MLI, mengadopsi ketentuan opsional, mengganti atau menarik reservasi.

MLI Information Brochure May 2020