PUBLIC LAW
Ius Curia Novit: Hakim tak menolak perkara
Salus Propuli Suprema Lex : Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi
lex dura set tament scripta: hukum memang kejam, tetapi itulah memang yang tertulis
summun ius, summa iniuria: keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi
teori utilitas: the greatest happiness for the greatest number
law as a tool of social engineering
noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht: masih juga sarjana mencari definisi hukum
ubi societas ibi ius: dimana ada masyarakat, di situ ada hukum
justitie est constans et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi : keadilan adalah kemauan yg tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya
ipso fakto: kebenaran dibenarkan dengan fakta
negara indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat)
lex posterior derogat legi priori: uu kemudian membatalkan uu terdahulu
lex superior derogat legi inferiori: uu yg lebih tinggi lebih mengikat drpd uu dibawah
leg specialis derogat legi generali
audi er alteram patern: para pihak harus didengar
actori cumbit probation: siapa mengendalikan wajib membuktikan dalil yg tal jelas
bis de e adem re ne sit action atau nebis in idem : tidak dapat disidangkan atas perkara yg sama
conigations poenam nemo patitur: tidak dihukum atas pikirannya
quit tacet consentire videtur diam berarti setuju
similia similibus: perkara sama diputus dengan hal sama
unus testis nullus testis: satu orang saksi bukanlah saksi
ut sementern faceris ita metes siapa menanam dia yg memetik
verba volant scripta manent : kata tak berbekas, yang ditulis abadi
Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli
" lex ratio summa insita in natura, quae jubet ea, quae facienda sunt, prohibetquea contraria (hukum merupakan nalar tertinggi, melekat dalam alam, memerintahkan apa yang harus dilakukan dan melarang sebaliknya"
Argumentum a contrarium: melihat suatu ketentuan dari ketentuan sebaliknya
"Pacta Sunt Servanda" perjanjian merupakan UU bagi yang membuatnya
•piercing the corporate veil : penerobosan tanggung jawab sebagai ciri badan hukum.
•ultra vires : tidak dapat melakukan kegiatan diluar kekuasaan perseroan.
•corporate ratification : dapat menerima tindakan sekaligus tanggung jawab ambil alih dari yang dilakukan organ lain.
•corporate opportuniti : kepentingan perseroan jauh lebih tinggi dibanding kepentingan pribadi.
•derivative action: gugatan pemegang saham kepada organ
HUKUM dan KEADILAN
UBI SOCIETAS, IBI IUS (di mana ada masyarakat, di situ ada hukumnya).Â
IUS CURIA NOVIT (seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya).
 LEX SEMPER DABIT REMEDIUM – The law always give a remedy (hukum selalu memberi obat).Â
EQUUM ET BONUM EST LEX LEGUM (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum).
 LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM – The law works an injustice to no one and does wrong to no one (hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun).Â
DROIL NE DONE, PLUIS QUE SOIT DEMAUNDE – The law give no more than is demanded (hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan).
 LEX REJICIT SUPERFLUA, PUGNANTIA, INCONGRUA – The law rejects superfluous, contradictory, and incongruous things (hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak).Â
DORMIUNT ALIQUANDO LEGES, NUNQUAM MORIUNTUR – Laws sometimes sleep but never die (hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati).
INDE DATAE LEGES BE FORTIOR OMNIA POSSET – Law were made lest the stronger should have unlimited power (hukum dibuat, jika tidak maka orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas).
FIAT JUSTITIA RUAT COELUM atau FIAT JUSTITIA PEREAT MUNDUS – Let justice be done though the heaven should fall (sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan).Â
JUSTITIAE NON EST NEGANDA, NON DIFFERENDA – Justice is not to be denied or delayed (keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda).
LEX DURA, SED TAMEN SCRIPTA (sekalipun isi undang-undang itu terasa kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya, dan harus dilaksanakan).Â
LEX DURA SED ITA SCRIPTA atau LEX DURA SED TAMENTE SCRIPTA (undang-undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian – pasal 11 KUHP).
 LA BOUCHE DE LA LOI / LA BOUCHE DE DROIT – Spreekhuis van de wet (apa kata UU itulah hukumnya).
Hakim adalah corong atau mulut undang-undang Ă Menurut paham ini, hakim bukan saja dilarang menerapkan hukum di luar undang-undang. Penafsiran terhadap undang-undang adalah wewenang pembentuk undang-undang dan bukan wewenang hakim.
Yang benar: Hakim bukan mulut atau corong undang-undang, melainkan mulut atau corong keadilan (Bagir Manan, 2005 : 10).
 INTERPRETATIO CESSAT IN CLARIS (jika teks atau redaksi UU telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas sekali berarti penghancuran – interpretation est perversio). ABSOLUTE SENTIENFIA EXPOSITORE NON INDIGET – Simple Proposition Needs No Expositor (sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut).
EQUALITY BEFORE THE LAW (setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum).Â
AUDI ET ALTERAM PARTEM atau AUDIATUR ET ALTERA PARS (para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja).
UNUS TESTIS NULLUS TESTIS (satu orang saksi bukanlah saksi – pasal 185 ayat 2 KUHP).Â
TESTIMONIUM DE AUDITU (kesaksian dapat didengar dari orang lain).
SIMILIA SIMILIBUS (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih).Â
BIS DE EDEM RE NE SIT ACTIO atau NE BIS IN IDEM (untuk perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya – pasal 76 KUHP).
SUMMUM JUS SUMMA INJURIA; SUMMA LEX SUMMA CRUX (keadilan yang setinggi-tingginya dapat berarti ketidakadilan tertinggi).
ACCIPERE QUID UT JUSTITIAM FOCIAS NON EST TEAM ACCIPERE QUAM EXIORQUERE – To accept anything as a reward for doing justice is rather estorting than accepting (menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah).
VAN RECHTSWEGE NIETING; NULL AND VOID (suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum).Â
UBI JUS IBI REMEDIUM (dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar).
LEX NEMINEM CIGIT AD IMPOSSIBILIA (undang-undang tidak memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin – pasal 44 KUHP).Â
MONEAT LEX, PRIUSQUAM FERIAT (UU harus memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkandung di dalamnya).
GEEN STRAF ZONDER SCHULD (tiada hukum tanpa kesalahan).Â
CULPUE POENA PAR ESTO – Let the punishment be equal the crime (jatuhkanlah hukuman yang setimpal dengan perbuatan).
NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI
suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat dan diberlakukan.
tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu.
 PRESUMPTION OF INNOCENCE (asas praduga tidak bersalah: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap).Â
IN DUBIO PRO REO (dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa).
 INDEX ANIMI SERMO – Speech is the index of the mind (cara seorang berbicara menunjukkan jalan pikirannya).Â
COGITATIONIS POENAM NEMO PATITUR (tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya).Â
DE GUSTIBUS NON EST DISPUTANDUM (mengenai selera tidak dapat disengketakan).
VOLENTI NON FIT INIURA; NULLA INIURA EST, QUAE IN VOLENTEM FIAT (terhadap tindakan yang didasari persetujuan maka sifat melawan hukum yang terdapat dalam perbuatan tersebut dihilangkan).
 HET VERMOEDEN VAN RECHMATIGHEID (kebijakan pemerintah harus dianggap benar dan memiliki kekuatan hukum mengikat sampai dibuktikan sebaliknya).Â
PRESUMPTION JUSTAE CAUSA (gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN).
INTERSET REIPUBLICAE RES JUDICATOAS NON RESCINDI – It is in the interest of the state that judgments already given not be rescinded (adalah kepentingan negara bahwa suatu keputusan tidak dapat diganggu gugat).
GOUVERNEUR C'EST PREVOIR (menjalankan pemerintahan itu, berarti melihat ke depan dan merencanakan apa saja yang akan atau harus dilakukan).Â
LEX PROSPICIT, NON RESPICIT – The law looks forward, not backward (hukum melihat kedepan bukan ke belakang).
ERRARE HUMANUM EST, TRUPE IN ERRORE PERSEVERARE (membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan).
HODI MIHI CRAS TIBI (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat). VERBA VOLANT SCRIPTA MANENT (kata-kata biasanya tidak berbekas, sedangkan apa yang ditulis tetap ada).
POWER TENDS TO CORRUPT; ABSOLUTE POWER TENDS TO CORRUPT ABSOLUTELY (kekuasaan cenderung disalahgunakan, dan kekuasaan yang mutlak, pasti akan disalahgunakan). Â THE KING CAN DO NO WRONG (Raja tidak dapat berlaku salah). Â (Semestinya: Raja alim raja disembah, raja lalim raja disanggah).
PRIENCEPS LEGIBUS SOLUTUS EST (kaisar tidak terikat oleh undang-undang atau para pemimpin sering berbuat sekehendak hatinya terhadap anak buahnya).
VEILIGDHEID CLAUSULE (apabila di kemudian hari ditemukan kesalahan dalam sebuah keputusan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya).
 POLITIAE LEGIUS NON LEGES POLITII ADOPTANDAE (politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya).
Â
31. VOX POPULI VOX DEI (suara rakyat adalah suara Tuhan). SALUS POPULI SUPREMA LEX (kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi pada suatu negara).
Â
32. UT SEMENTEM FACERIS ITA METES (siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya. Siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai).
Â
33. OPINIO NECESSITATIS (keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan). ADAEQUATIO INTELLECTUS ET REI (adanya kesesuaian pikiran dengan obyek. prinsip ini pada dasarnya merupakan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang telah diterima secara universal).
Â
34. LEX POSTERIORi DEROGAT LEGI PRIORI atau LEX POSTERIORi DEROGAT LEGI ANTERIORI – A later statute repeals an earlier one (undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang lama). JUDICIA POXTERIORA SUNT IN LEGE FORTIORA – The later decisions is stronger in law (keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum).
Â
35. LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALI (undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum. Contoh: pemberlakuan KUHD terhadap KUHPerdata dalam hal perdagangan). LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI (undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatnnya).
Â
36. JURU SUO UTI NEMO COGITUR (tak ada seorang pun yang diwajibkan menggunakan haknya. Contoh: orang yang berpiutang tidak mempunyai kewajiban untuk menagih terus). NEMO PLUS JURIS TRANSFERRE POTEST QUAM IPSE HABET (tak seorangpun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki).
Â
37. DIE RECHTS WISSENSSCHAFT IST BIS HEUTE EINE REINE RECHTS PRECHUNGS WISSENSSCHAFT GEBLIEBEN / Die Rechts Wetensschap heft zich te sterk geconcentreerd op de wetgevingsproducten en de rechtspraak (Ilmu Hukum dewasa ini, hanya tinggal Ilmu Peradilan).
Â
38. PACTA SUNT SERVANDA (setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik).
Â
39. KOOP BREEKT GEEN HUUR (jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa tidak berubah, walaupun barang yang disewanya beralih beralih tangan – pasal 1576 KUHPerdata).
Â
40. RES NULLIUS CREDIT OCCUPANTI (benda yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa diambil untuk dimiliki). DA TUA SUNT, POST MORTEM TUNE TUA SUNT – Give the things which are yours while they are yours; after death they are not yours (berikanlah benda-benda kepunyaanmu saat kau masih memilikinya; setelah meninggal benda-benda tersebut bukan kepunyaanmu lagi).
Â
41. MATRIMONIUM RATUM ET NON CONSUMMATUM (perkawinan yang dilakukan yang secara normal, namun belum dianggap jadi mengingat belum terjadi hubungan kelamin).
Â
Â
Â
42. DIVORTIUM DICITUR A DIVERTENDO, QUIA VIR DIVERTITUR AB UXORE – Divorce is so called from divertendo, because a man is diverted from his wife (perceraian berasal dari kata Divertendo, artinya seseorang pria dialihkan dari isrinya).
Â
43. HOMO VOCABULUM EST NATURAE; PERSONA JURIS CIVILIS. – “Man” (homo) is a term of nature; “Person“ is a term of civil law (pria ialah istilah alami, person ialah istilah hukum perdata). FILIUS EST NOMEN NATURAE, SED HAERES NOMEN – “Son” is a name of nature, but “heir” a name of law (anak adalah nama yang diberikan oleh alam, tetapi ahli waris adalah nama yang diberikan hukum).
Â
44. FILIUS IN UTERO MATRIS EST PARS VISCERUM MATRIX – A child in the mother’s womb is part of the mother’s vitals (seorang anak di dalam kandungan adalah bagian dari kehidupan ibunya). CUM LETITIMAE NUPTIAE FACTAE SUNT, PATREM LIBERI SEQUUNTUR – Children born under a legitimate marriage follow the condition of the father (anak yang terlahir dari sebuah perkawinan yang sah mengikuti kondisi ayahnya).
Â
45. HEARES EST CADEM PERSONA CUM ANTECESSORE – The heir is the sinter person as the ancestor (ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya).
Â
46. CUJUS EST DOMINIUM, EJUS EST PERICULUM – The risk lies upon the owner (risiko atas suatu kepemilikkan ditanggung oleh pemilik).
Â
47. CUM ALIQUIS RENUNCIAVERIT SOCIATATI, SOLVITUR SOCIETAS – When any partner has renounced the partnership, the partnership is dissolved (saat rekan telah meninggalkan persekutuannya, maka persekutuan tersebut dinyatakan bubar).
Â
48. POTIOR EST GUI PRIOR EST (siapa yang datang pertama, dialah yang beruntung). QUI TACT CONSENTIRE VIDETUR (siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui).
Â
49. CLAUSAL REBUS SIC STANTIBUS (perjanjian antar-negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama).
Â
Â
Â
50. QUIQUID EST IN TERRITORIO, ETIAM EST DE TERRITORIO (asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu).
Â
51. IGNORANTIA EXCUSATUR NON JURIS SED FACTI – Ignorance of fact is excused but not ignorance of law. Ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum. IGNORANTIA JURIS NON EXCUSAT – Ignorance of the law does not excuse (ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan).
Â
52. JURIS QUIDEM IGNORANTIUM CUIQUE NOCERE, FACTI VERUM IGNORANTIAM NON NOCERE – Ignorance of law is prejudicial to everyone, but ignorance of fact is not (pengabaian terhadap hukum akan merugikan semua orang; tetapi pengabaian terhadap fakta tidak).
Â
53. IGNORANTIA JUDICIS EST CALANAITAX INNOCENTIS – The ignorance of the judge is the misfortune of the innocent (ketidaktahuan hakim ialah suatu kerugian bagi pihak yang tidak bersalah).
Â
54. JUDEX SET LEX LAGUENS – The judge is the speaking law (sang hakim ialah hukum yang berbicara). JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA – The judge ought to give judgment according to the allegations and the proofs (seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan).
Â
55. IUDEX NON ULTRA PETITA atau ULTRA PETITA NON COGNOSCITUR (hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya). IUDEX NE PROCEDAT EX OFFICIO (hakim bersifat pasif menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya).
Â
56. JUDEX HERBERE DEBET DUOS SALES, SALEM SAPIENTIAE, NE SIT INSIPIDUS, ET SALEM CONSCIENTIAE, NE SIT DIABOLUS – A judge should have two silts; the salt of wisdom, lest he be foolish; and the salt of conscience, lest he be devilish (seorang hakim harus mempunyai dua hal: suatu kebijakan, kecuali dia adalah orang yang bodoh; dan hati nurani, kecuali dia mempunyai sifat yang kejam).
Â
57. JUDEX NON REDDIT PLUS WUAM QUOD PETENS IPSSE REQUIRIT – A judge does not give more than the plaintiff himself demands (seorang hakim tidak memberikan permintaan lebih banyak dari si penuntut).
Â
58. JUDEX NON PUTEST ESSE TESTIS IN PROPRIA CAUSE. A judge cannot be a witness in his own cause (eorang hakim tidak dapat menjadi seorang saksi dalam perkaranya sendiri). INIQUUM EST ALIQUEM REI SUI ESSE JUDICEM – It is unjust for anyone to be judge in his own (adalah tidak adil bagi seseorang untuk diadili pada perkaranya sendiri). NEMO JUDEX IN CAUSA SUA – No man can be a judge in his own cause (hakim tidak boleh mengatur/mengadili dirinya sendiri).
Â
59. JUDICANDUM EST LEGIBUS NON EXEMPLIS – Judgment must be given by the laws, not by examples (putusan hakim harus berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh. seorang hakim tidak dibatasi untuk menjelaskan penilaian/putusannya sendiri).
Â
60. JURAMENTUM EST INDIVISINLE, ET NON EST ADMITTENDUM IN PARTLY TRUE AND PARTLY FALSUM – An oath is indivisible; it is not to be accepted as partly true and partly false (sebuah sumpah tidak dapat dibagi; sumpah tersebut tidak dapat diterima jika sebagiannya benar dan sebagian lagi salah).
Â
61. JURARE EAT DEUM IN TESTEM VOCARE ET EST ACTUS DIVINI CULTUS – To swear is to call God to witness, and is an act of religion (memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi hal itu adalah hal keagamaan).
Â
62. CUM ADSUNT TESTIMONIA RERUM, QUID OPUS EST VERBIST – When the proofs of facts are present, what need is there of words? (saat bukti dari fakta-fakta ada, apa gunanya kata-kata?). FACTA SUNT POTENTIORA VERBIS – Deeds or facts are more powerful than words (perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata).
Â
63. EI INCUMBIT PROBATIO QUIDICIT, NONQUI NEGAT – The burden of the proof rest upon the person who affirms, not the one who denies (beban dari bukti disandarkan pada orang yang menugaskan tuduhan bukan yang menyangkal).
Â
Â
64. DEBET QUIS JURI SUBJACERE RRBI DELINQUIT – Any offender should be subject to the law of the place where he offends (seseorang Penggugat harus mengacu pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan).
Â
65. HOMO HOMINI LUPUS; HOMO HOMINI SOCIUS (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya; manusia adalah kawan bagi sesamanya).
                                        Â
66. TRADITION ARE ADOPTED BY THE LAWS; AL-ADAT MUHAKKAMAH (adat dapat dijadikan hukum).
Â
67. PRIMUS INTER PARES (yang pertama / utama di antara sesama).
Â
68. COGITO ERGO SUM – I think, therefore I am - Ich denke, also bin ich - Je pense donc je suis (saya berpikir, dan oleh karenanya saya ada). DUBITO ERGO COGITO ERGO SUM – I doubt, therefore I think, and therefore I am.
Â
69. ID PERFECTUM EST QUAD EX OMNIBUS SUIS PARTIBUS CONSTANT (sesuatu dinyatakan sempurna bila setiap bagiannnya komplit).
Â
70. FRUSTRA LEGIS AUXILIUM QUAREIT QUI IN LEGEM COMMITTIT – Vainly does a person who offends against the law seek the help of the law (adalah sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum tapi dia sendiri meminta bantuan hukum).
Â
71. CUM DUO INTER SE PUGNANTIA REPERIUNTUR IN TESTAMENTO, ILTIMUM RATUM EST – When two clauses a will are found to be contradictory, the last in order prevails (jika terdapat perbedaan dalam suatu hakikat, maka terlihat jelas adanya 2 persepsi yang berbeda).
Â
Â
72. COMMUNI OBSERVANTIA NON EST RECEDENDUM – There should be no departure from common observance (tidak dapat ditarik kesimpulan dari pengamatan biasa; tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang menandakan maksud yang terdapat dalam pikirannya).
Â
73. CUJUS EST COMMODUM, EJUS DEBET ESSE INC OMMODUM – The person who has the advantage should also have the disadvantage (seseorang yang mendapatkan suatu keuntungan juga akan mendapatkan suatu kerugian).
sumber:
UNTAR DELEGATES FOR UII LAW FAIR 2016
TIM RISET DAN DEBAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Hellen R. Simatupang, Yoel F. Sitorus, Esther E. Wijaya
Wetboek van Straftrecht (WvS)Â
KUHP
Burgelijk Wetbook -
BW
KUH Perdata
Wetbook van Kophandle-
WvK
KUH Dagang
HIR (Herzien Inlandsch Reglement)Â
DAFTAR UNDANG-UNDANG
UU Peradilan Umum : UU No 49/2009
UU Peradilan Militer : UU No 31/1997
UU Peradilan Tata Usaha Negara : UU No 9/2004
UU Peradilan Agama : UU No 7/1999
UU KUHP : UU No 1 tahun 2023
UU KUHAP : UU No 8/1981Â
UU KUHPerdata : BW 1847 Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23Â
UU KUHAPerdata : Herzien Inlandsch Reglement  Berita Negara (staatblad) No. 16 tahun 1848.Â
UU KUH Dagang : UU No 7/2014
UU Peraturan Perundangan : UU No 12/2011
UU Kepailitan : UU no 37/2004
UU Ketenagakerjaan : UU no 13/2003
UU Serikat pekerja/Buruh : UU no 21/2000
UU Hubungan Industrial : UU no 2/2004
UU Lingkungan Hidup : UU no 23/1997
UU Perlindungan Konsumen : UU No 8/1999
UU Hubungan Luar Negri : UU 37/1999
UU Mahkamah Agung : UU No 14/1985 jo UU No 3/2009
UU Kekuasaan Kehakiman : UU no 48/2009
UU Tipikor : UU No 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20/2001
UU PT : UU No 40 tahun 2007
UU Yayasan : UU no 16/2001
UU ASN : UU No 14 tahun 5 tahun 2014Â
Administrasi Pemerintahan : UU No 30/2014
Pajak : UU No 6,7,8 tahun 1983 stdtd UU No 7/2021
Penagihan Pajak : UU No 19/1997 jo UU No 19/2000
Arbitrase : UU No 30/1999
Arbitrase UU 30/1999
HAKI Paten UU 13/2016, Merek & Indikasi Geografis UU 20/2016, Hak Cipta 28/2014
Hukum Adat Pasal 18B ayat (2) UUD'45, UU 3/2024 Desa
Perbankan UU 7/1992 std 10/1998, TPPU UU 8/2010
H Ekonomi TPPU 25/2003, Tipikor 31/1999 std 20/2001, 7 Drt/1955, Lingkungan 23/1997 std 32/2009
Pasar Modal 8/1995, Bank 7/1992 std 10/1998, 6/1983 stdtd 7/2021Pajak,Â
   Terorisme 15Prp/2003 std 5/2018
Perundangan Kehakiman 48/2009, Pasal 24C UUD'45 dan UU 24/2003 MK; 24A ayat (1) UUD'45 MA;Â
Tipisus 6/83 stdtd 7/2021 KUP, Narkotika 35/2009, Psikotropika 22/97,Korupsi 33/1999
"NOMOI" By PLATO
"Nomoi" (The Laws) adalah salah satu karya penting Plato yang membahas tentang hukum, pemerintahan, dan tatanan sosial. Dalam dialog ini, Plato menggambarkan diskusi antara tiga tokoh—seorang Athenian Stranger, Kleinias (dari Kreta), dan Megillos (dari Sparta)—yang membahas bagaimana menciptakan negara ideal berdasarkan hukum. Tidak seperti "The Republic" yang lebih utopis, "Nomoi" berfokus pada bagaimana hukum dapat diterapkan dalam masyarakat nyata. Berikut adalah poin-poin penting dalam karya ini:
1. Hukum sebagai Pengganti Kebijaksanaan Raja-Filosof
Dalam "The Republic," Plato menekankan pentingnya seorang raja-filosof sebagai penguasa ideal. Namun, dalam "Nomoi," ia mengakui bahwa raja-filosof sulit diwujudkan di dunia nyata.
Solusi Plato adalah menciptakan hukum yang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip rasional dan etika, sehingga hukum itu sendiri menjadi “pemimpin” dalam masyarakat.
2. Tujuan Hukum: Kebajikan dan Kehidupan Baik
Plato menegaskan bahwa tujuan utama hukum adalah mempromosikan kebajikan (virtue) dan menciptakan kehidupan yang baik (the good life) bagi warga negara.
Hukum tidak hanya bertujuan menjaga ketertiban, tetapi juga mendidik masyarakat untuk menjadi lebih baik secara moral.
3. Hubungan antara Hukum dan Pendidikan
Plato menganggap bahwa hukum memiliki fungsi pedagogis (pendidikan). Melalui hukum, masyarakat diajarkan nilai-nilai moral dan keutamaan.
Pendidikan menjadi alat utama untuk menciptakan warga negara yang patuh dan bijak, sehingga hukum tidak hanya bersifat paksaan, tetapi juga membimbing.
4. Pemerintahan Campuran
Dalam "Nomoi," Plato mengusulkan bentuk pemerintahan campuran yang menggabungkan unsur-unsur monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
Tujuan dari pemerintahan campuran adalah menciptakan keseimbangan kekuasaan, sehingga tidak ada pihak yang memiliki otoritas absolut.
5. Keadilan sebagai Keseimbangan
Keadilan dalam negara, menurut Plato, adalah keseimbangan antara kebebasan individu dan kepatuhan terhadap hukum. Warga negara harus tunduk pada hukum demi kepentingan bersama.
Hukum juga harus diterapkan secara adil kepada semua orang, tanpa pandang bulu.
6. Struktur Ideal Kota Hukum
Plato mengusulkan pembentukan sebuah kota bernama Magnesia, yang didasarkan pada hukum yang telah dirancang dengan hati-hati.
Magnesia memiliki sistem sosial yang ketat, termasuk pembagian tanah, rumah, dan hak milik secara merata untuk mencegah ketimpangan ekonomi.
7. Peraturan Hukum tentang Kehidupan Sehari-Hari
Plato mengusulkan hukum yang mengatur hampir semua aspek kehidupan, termasuk agama, keluarga, perdagangan, dan kegiatan sehari-hari.
Hukum ini dirancang untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan memastikan bahwa setiap individu menjalankan perannya sesuai dengan prinsip kebajikan.
8. Pentingnya Agama dalam Hukum
Dalam "Nomoi," agama dianggap penting untuk menopang hukum dan moralitas. Plato mengusulkan adanya hukum yang mengatur penyembahan kepada dewa-dewa, upacara keagamaan, dan penghormatan terhadap tradisi spiritual.
9. Hukuman sebagai Sarana Reformasi
Hukuman dalam hukum tidak hanya bersifat punitif, tetapi juga bersifat reformis. Tujuannya adalah untuk memperbaiki individu yang melanggar hukum dan mengintegrasikannya kembali ke masyarakat.
10. Hukum dan Stabilitas Politik
Plato menekankan bahwa hukum harus dirancang untuk menciptakan stabilitas politik dalam jangka panjang. Perubahan hukum harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kekacauan.
Hukum harus memiliki legitimasi moral sehingga diterima oleh masyarakat.
11. Keseimbangan Antara Kebebasan dan Otoritas
Salah satu tema besar dalam "Nomoi" adalah bagaimana menyeimbangkan kebebasan individu dengan otoritas hukum. Kebebasan individu penting, tetapi harus tunduk pada hukum yang bertujuan menciptakan kebaikan bersama.
"Nomoi" adalah karya Plato yang lebih pragmatis dibandingkan "The Republic" karena berusaha menghadirkan pandangan tentang hukum dan pemerintahan yang bisa diterapkan dalam realitas sosial. Karya ini menjadi salah satu fondasi penting dalam pemikiran hukum dan politik hingga saat ini.
GENERAL THEORY OF LAW & STATE BY HANS KELSEN
"General Theory of Law and State" adalah salah satu karya penting Hans Kelsen yang mengembangkan lebih jauh teori hukumnya. Dalam buku ini, Kelsen menjelaskan konsep-konsep dasar teori hukum murni (Pure Theory of Law) dan menghubungkannya dengan struktur negara. Buku ini adalah referensi utama dalam teori hukum modern. Berikut adalah poin-poin utama yang terkandung dalam buku tersebut:
1. Teori Hukum Murni
Hukum sebagai Sistem Normatif: Kelsen menekankan bahwa hukum adalah sistem norma yang terorganisir secara hierarkis, di mana norma yang lebih rendah mendapatkan validitasnya dari norma yang lebih tinggi.
Pemurnian Hukum: Kelsen berupaya memisahkan hukum dari elemen non-hukum seperti moral, politik, agama, dan psikologi. Hukum harus dipelajari sebagai entitas yang mandiri.
2. Grundnorm (Norma Dasar)
Grundnorm adalah dasar hipotesis dari sistem hukum yang memberikan legitimasi pada seluruh norma hukum.
Grundnorm tidak dapat dibuktikan secara empiris; ia diterima sebagai asumsi yang mendasari keberlakuan hukum.
Contoh Grundnorm dalam hukum internasional adalah "Negara harus mematuhi hukum internasional," sedangkan dalam hukum nasional, Grundnorm bisa berupa konstitusi.
3. Hukum Positif
Kelsen menekankan pentingnya hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh manusia melalui proses formal.
Validitas hukum tidak tergantung pada moralitasnya, tetapi pada keberadaannya dalam sistem hukum yang diakui.
4. Hukum sebagai Sollen (Normatif)
Hukum adalah norma tentang apa yang "seharusnya" dilakukan (Sollen), bukan deskripsi tentang kenyataan (Sein).
Kelsen membedakan antara fakta empiris dan norma hukum. Norma hukum tidak menggambarkan dunia seperti apa adanya, tetapi mengatur perilaku manusia.
5. Hubungan antara Hukum dan Negara
Negara sebagai Ordo Hukum: Menurut Kelsen, negara adalah sistem hukum itu sendiri. Negara tidak terpisah dari hukum, melainkan merupakan manifestasi dari sistem normatif yang berlaku.
Keberdaulatan Hukum: Tidak ada individu atau institusi yang "berdaulat" dalam arti tradisional. Yang berdaulat adalah sistem hukum itu sendiri.
6. Hierarki Norma
Sistem hukum terdiri atas norma-norma yang saling berjenjang (hierarkis).
Norma yang lebih rendah (misalnya, undang-undang) mendapatkan validitasnya dari norma yang lebih tinggi (misalnya, konstitusi), hingga pada tingkat tertinggi, yaitu Grundnorm.
7. Validitas dan Efektivitas Hukum
Validitas hukum adalah keberlakuannya dalam sistem normatif, yaitu apakah norma hukum tersebut sesuai dengan norma yang lebih tinggi.
Efektivitas adalah sejauh mana norma hukum itu dipatuhi dalam praktik. Hukum yang tidak efektif dalam jangka panjang dapat kehilangan validitasnya.
8. Hukum dan Keadilan
Kelsen tidak mendefinisikan hukum berdasarkan keadilan. Baginya, keadilan adalah konsep relatif yang berbeda bagi setiap orang.
Hukum harus dipisahkan dari moralitas untuk mempertahankan objektivitas dan keilmiahannya.
9. Fungsi Hukum
Fungsi utama hukum adalah mengatur perilaku manusia untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
Hukum juga bertindak sebagai alat penyelesaian konflik melalui aturan yang dapat ditegakkan oleh lembaga hukum yang sah.
10. Teori Negara
Kelsen membahas negara dalam konteks hukum. Negara tidak lebih dari sistem norma hukum yang mengatur kehidupan masyarakat.
Negara dianggap sebagai personifikasi sistem hukum, bukan entitas terpisah dengan sifat metafisik.
11. Relativisme Nilai
Kelsen menolak gagasan bahwa hukum didasarkan pada nilai-nilai absolut.
Sistem hukum yang berbeda dapat didasarkan pada nilai-nilai yang berbeda, tetapi tetap sah selama mereka sesuai dengan Grundnorm masing-masing.
12. Hukum Internasional
Kelsen memandang hukum internasional sebagai sistem hukum yang sah yang berlaku untuk semua negara.
Dalam teori hierarkisnya, hukum internasional memiliki kedudukan lebih tinggi daripada hukum nasional, karena Grundnorm hukum internasional adalah sumber legitimasi bagi sistem hukum nasional.
13. Pemisahan antara Penciptaan dan Penerapan Hukum
Kelsen membedakan antara proses pembuatan hukum dan penerapan hukum.
Pembuatan hukum dilakukan oleh lembaga legislatif, sedangkan penerapan hukum dilakukan oleh pengadilan dan lembaga eksekutif.
"Critique of Pure Reason" (Kritik der reinen Vernunft) oleh Immanuel KantÂ
Critique of Pure Reason bukanlah buku yang secara langsung membahas hukum, melainkan sebuah karya dalam filsafat yang fokus pada epistemologi (teori pengetahuan) dan metafisika. Namun, prinsip-prinsip dari buku ini memberikan dasar bagi teori hukum dan filsafat moral Kant yang dikembangkan lebih jauh dalam karya-karyanya yang lain, seperti "Groundwork of the Metaphysics of Morals" dan "The Metaphysics of Morals". Berikut adalah poin-poin dari Critique of Pure Reason yang relevan dalam konteks teori hukum:
1. Prinsip Autonomi Rasional
Dalam Critique of Pure Reason, Kant menekankan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang mampu memahami dunia melalui kategori-kategori a priori (prinsip-prinsip universal dalam pikiran kita).
Prinsip ini kemudian diterapkan dalam hukum melalui konsep autonomi individu: hukum harus menghormati kebebasan individu untuk bertindak secara rasional, selama tindakannya tidak melanggar kebebasan orang lain.
2. Distingsi antara Phenomena dan Noumena
Kant membedakan antara dunia fenomena (dunia yang bisa kita ketahui melalui pengalaman) dan dunia noumena (realitas di luar pengalaman manusia).
Dalam konteks hukum, ini mencerminkan pemisahan antara:
Hukum positif (aturan yang dapat diamati dan ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari).
Hukum moral (prinsip universal yang ada di luar realitas empiris dan mendasari keadilan sejati).
3. Ide tentang Hukum sebagai Produk Rasionalitas
Kant menekankan bahwa hukum harus didasarkan pada prinsip rasional universal, bukan pada pengalaman subjektif atau kepentingan individu.
Prinsip ini menjadi dasar untuk teori hukum formal yang berorientasi pada keadilan sebagai aturan universal.
4. A Priori dan Hukum Alam
Kant memperkenalkan gagasan bahwa beberapa pengetahuan bersifat a priori (independen dari pengalaman) dan membentuk kerangka berpikir manusia.
Dalam hukum, ini berarti ada prinsip-prinsip universal yang mendahului hukum positif, mirip dengan gagasan tentang hukum alam (natural law).
5. Imperatif Kategoris sebagai Dasar Keadilan
Meski lebih dikembangkan dalam Groundwork of the Metaphysics of Morals, akar dari imperatif kategoris sudah ada di Critique of Pure Reason.
Hukum yang adil harus dapat diterima sebagai aturan universal: seseorang hanya boleh bertindak menurut prinsip yang dapat diterima sebagai hukum umum bagi semua orang.
6. Kepentingan Publik dan Hukum
Dalam kerangka Kant, hukum tidak hanya mengatur perilaku individu tetapi juga harus mempromosikan kepentingan publik.
Ini terkait dengan gagasan Kant tentang kontrak sosial di mana hukum adalah ekspresi dari kehendak kolektif yang rasional.
7. Keterbatasan Indra dalam Memahami Keadilan
Karena pemahaman manusia tentang dunia bergantung pada pengalaman indrawi, Kant menegaskan bahwa konsep keadilan sempurna berada di luar jangkauan pengalaman empiris.
Hukum harus mencerminkan upaya untuk mencapai keadilan, meskipun keadilan absolut mungkin tidak sepenuhnya dapat diwujudkan di dunia nyata.
Meskipun Critique of Pure Reason adalah karya yang kompleks dan abstrak, gagasan-gagasan utamanya sangat relevan untuk teori hukum. Prinsip rasionalitas, otonomi, dan universalitas yang diuraikan dalam buku ini menjadi fondasi penting bagi pemikiran hukum modern, termasuk teori kontrak sosial dan hukum moral.