INVOICE
Per-3/PJ/2022 tentang Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat pada : a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; d. saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; atau e. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (2) Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : a. Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. b. Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak. (3) Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan : a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya. (2) Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. (3) Alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya. (4) Dalam hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan untuk meminta perubahan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya. (5) Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan. (6) Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu : a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. (2) Surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak harus diisi secara lengkap dan disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. (3) Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVE yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut : a. telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan b. telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak. (4) PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak. (5) Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : a. Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP. b. Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak. (6) Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak yang hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan jelas, dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menunjukkan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak. Pasal 10 (1) PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap. (2) Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember
Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani. (2) PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (5) Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing. (6) Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Penerbitan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (5) Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi. (6) Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (2) PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. (3) PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan. Pasal 17 (1) PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai : a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. (3) PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak Khusus oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri diatur secara tersendiri mengikuti ketentuan yang mengatur tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri. (2) Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
1. Kode Transaksi 01, digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan PPN nya di pungut oleh PKP sebagai penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP. Kode ini digunakan kepada jenis penyerahan selain sebagaimana yang di maksud pada kode 04 hingga kode 09.
2. Kode Transaksi 02, digunakan untuk penyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN seperti bendahara pemerintah, BUMN serta badan usaha tertentu yang PPNnya di pungut oleh pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
3. Kode Transaksi 03, untuk penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN lainnya (selain Bendahara Pemerintah) dan PPNnya di pungut oleh oleh pemungut PPN lainnya (selain bendahara pemerintah) seperti Kontraktor Kontrak Kerja Sama pengusahaan Minyak sesuai dengan Peraturan nomor 73/PMK.03/2010 dan juga badan usaha tertentu sebagai pemungut PPN dan pajak penjualan atas barang mewah.
4. Kode Transaksi 04, untuk penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan DPP nilai lain dan PPNnya di pungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, seperti barang untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-Cuma.
5. Kode Transaksi 05, Pada kode ini tidak digunakan.
6. Kode Transaksi 06, untuk penyerahan lainnya dan PPN nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan atas BKP atau JKP dan juga penyerahan dilakukan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sesuai dengan pasal 16E UU PPN.
7. Kode Transaksi 07, untuk penyerahan BKP atau JKP yang mendapat fasilitas PPN di pungut atau di tanggung pemerintah (DTP), seperti Bea Masuk dan penyerahan untuk pengelolaan di kawasan berikat.
8. Kode Transaksi 08, untuk penyerahan atas BKP atau JKP yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
9. Kode Transaksi 09, untuk atas penyerahan aktiva pasal 16D yang PPN nya dipungut oleh pihak PKP sebagai penjual yang melakukan penyerahan BKP dan BKP ini berupa persediaan atau aktiva yang menurut tujuan semula untuk tidak diperjual belikan.